Rabu, 20 September 2017

NIKMATNYA SENSASI MELIHAT ISTRI DIPIJAT LELAKI LAIN

Aku Hary. Ingat kisah Hadiah Untuk Istriku ? Namun kali ini aku tidak menceritakan pengalamanku dan istriku dulu, melainkan justru pengalaman keluarga temanku, Ferry.Ya, Ferry yang dalam kisah Hadiah Untuk Istriku itu. Ferry yang bersama-sama denganku memberikan kepuasan seksual pada istriku di villa itu.
Sejak kejadian di villa itu, justru Ferry lebih terbuka mengenai keluarganya dan seluruh pengalaman kehidupan seksualnya, termasuk apa yang akan aku ceritakan ini.
Pengalaman seksualnya dimulai justru dari kebiasaannya dipijat. Ferry memang memiliki juru pijat langganannya yang setiap minggu memijatnya. Juru pijat itu seorang lelaki seumuran dengannya. Ferry memang mengambil juru pijat lelaki karena tidak ingin ada anggapan negatif, baik dari tetangga sekitarnya ataupun dari Dina istrinya sendiri. Namun justru disinilah awal mula petualangan seksual dirinya dan istrinya itu.
Inilah kisah dan pengalaman selengkapnya sebagaimana yang dia ceritakan kepadaku.
Seperti yang sudah-sudah, Ferry rutin menggunakan jasa juru pijat. Darwis nama si juru pijat itu. Ferry terkesan dengan kemampuan Darwis dalam memijat karena dia sangat ahli dan bisa menghilangkan kepenatan Ferry yang sehari-hari bekerja sebagai seorang sopir di perusahaannya tempat bekerja.
Kejadian diawali saat satu hari di hari Minggu. Ferry menawari Dina istrinya untuk mencoba pijatan Darwis. Mulanya Dina menolak, karena merasa risih dipijat oleh seorang juru pijat lelaki. Namun karena Ferry mendesak, akhirnya istrinya itupun menerima, dengan syarat ditemani olehnya.
Maka mulailah Dina dipijat. Hanya mengenakan sehelai kain penutup tubuhnya, Dinapun mulai menerima pijatan Darwis. Awalnya Dina terlihat canggung dan risih, namun dengan keahlian Darwis, akhirnya Dinapun mulai menikmati pijatan si juru pijat lelaki itu.
Sebenarnya, kalau pada awalnya Dina merasa risih dan agak sungkan dipijat oleh Darwis, namun semakin lama Dina merasakan nyaman juga dengan pijatan lelaki itu. Dan tanpa diketahui Ferry, sesungguhnya diam-diam Dina merasakan ada sesuatu yang asing pada setiap sentuhan jari tangan lelaki itu. Sesuatu yang muncul begitu saja tanpa diinginkan dan disadarinya pada awalnya. Gerakan jari tangan lelaki itu, mengalirkan desiran-desiran aneh dalam dirinya. Desiran-desiran yang membuat tubuhnya terasa agak meradang. Desiran-desiran yang tanpa sadar membangkitkan hasratnya. Dan keadaan itu terus meningkat sampai akhirnya Dina selesai dipijat.
Sampai di situ, Dina harus berjuang mengendalikan dirinya yang seakan lepas kontrol. Sampai selesai dipijat, Dina tak berani bangkit dan tetap berbaring telungkup untuk menutupi perubahan pada dirinya, terutama di raut mukanya. Dina tak ingin Ferry mengetahuinya.
Dan pijatan keduapun seharusnya berlangsung seminggu kemudian. Namun karena Dina menolak dan tak ingin mengalami apa yang dirasakannya minggu lalu. Walau sesungguhnya, penolakan itu tidaklah penuh, karena sebagian hatinya menginginkan apa yang dirasakannya minggu lalu dirasakannya kembali. Dina ingin, Ferry kembali memaksanya. Dan hal itu…tak terjadi kali ini.
Dan di minggu berikutnya, kejadian itu berawal.
Kali ini Dina merasakan suatu ketegangan. Ketegangan yang sama dirasakannya pada saat pertama kali dipijat lelaki itu. Hanya ketegangannya kali ini berbeda bentuk, dan itu hanya Dina sendiri yang mengetahuinya.
Sentuhan pertama sudah membuat Dina harus memejamkan matanya. Sentuhan jari-jari tangan Darwis dipermukaan kulit punggungnya yang putih dan mulus itu. Sentuhan yang kembali membangkitkan desiran-desiran aneh dalam diri Dina. Desiran-desiran yang membuat jalan napasnya seakan tersendat.
Entah mengapa, dipijatan kali ini Dina merasakan kalau pijatan Darwis tak seperti sebelumnya. Pijatan lelaki itu kali ini seperti tak sungguh-sungguh memijat layaknya seorang pemijat, namun seperti sebuah usapan dan belaian saja. Hanya tekanan-tekanan kecil saja di bagian punggungnya yang terbuka.
Andai saja dirinya tak menginginkan, sudah pasti dirinya akan keberatan dengan apa yang dilakukan lelaki pemijat itu. Namun Dina hanya diam, karena memang sesungguhnya dirinya menginginkan dan menikmati apa yang dilakukan lelaki itu.
Dan Dina semakin sulit menahan rasa sesak di dadanya. Rasa sesak karena dirinya harus mengendalikan jalan napasnya yang semakin meningkat, namun berusaha disembunyikannya.
Dina semakin tak berdaya, manakala gerakan jari tangan Darwis di punggungnya itu sudah semakin jauh mengarah ke bagian depan. Gerakan yang terselubung namun cukup disadari oleh Dina. Gerakan yang seakan tak disengaja, namun Dina mengetahui pasti kalau lelaki itu sengaja melakukannya.
Dan Dina hanya mampu menggigit bibir bawahnya sendiri manakala jari tangan Darwis benar-benar mengarah ke perbatasan antara tulang rusuk bagian dalamnya dengan kaki bukit payudaranya. Sekujur tubuhnya terasa mulai meradang merasakan desiran-desiran yang semakin kuat, membuat aliran darahnya terus meningkat. Dan keadaan itu sungguh-sungguh tak mampu dikendalikannya manakala akhirnya Dina merasakan jelas-jelas kalau Darwis memang melakukan sentuhan di kaki bukit payudaranya.
Sentuhan yang terus berlanjut dan semakin dalam. Semakin turun dan semakin mengarah. Dina benar-benar dibuat tak berdaya. Tanpa sadar dan kendalinya, Dina merasakan bagian bawah tubuhnya sudah basah. Basah pada bagian organ keintimannya. Basah oleh gairah yang terbangkitkan oleh sentuhan lelaki itu.
Untungnya, “siksaan” itu segera berakhir. Lelaki pemijat itu menyudahi kerjanya di bagian tubuhnya. Kini Darwis mulai melakukan pijatan di bagian bawah, di kedua kaki-kaki Dina. Untuk sesaat Dina bisa bernapas lega.
Ternyata, Dina hanya mampu bernapas lega sesaat. Ya, sesaat. Karena saat Darwis mengurut bagian bawah tubuhnya itu, “siksaan” lain kembali menderanya, bahkan semakin kuat.
Kalau pada pijatan dua minggu lalu, Darwis hanya memijat sampai ke bagian sepertiga pahanya saja, namun kali ini….lebih jauh. Dina menyadari dengan pasti, kalau lelaki itu menggerakkan tangannya jauh lebih ke atas lagi. Bergerak menyelusup jauh ke atas ke balik kain yang menutupi tubuhnya. Gerakannya semakin lama semakin jauh. Dan Dina…sungguh menyadarinya, namun tak berdaya menghentikannya.
Dina hanya bisa menahan napas saat lelaki pemijat itu semakin jauh bergerak naik. Turun kembali sampai ke lekukan kedua lututnya, lalu naik lagi ke atas dan semakin mendekati ujung pangkal paha bagian atasnya. Terus dan semakin dekat. Dina semakin tegang sekaligus…ingin lelaki itu bergerak semakin jauh. Namun sampai beberapa gerakan, lelaki itu hanya bergerak sebatas beberapa inci dari pangkal paha. Dina terus menunggu dan terus menunggu, namun belum juga didapatkannya. Gerakan tangan lelaki itu tetap tak beranjak dari posisi, hanya beberapa inci dari posisi akhir yang diinginkan Dina.  Putus asa, dirinya menginginkan lelaki itu “menyelesaikan” gerakannya.
Andai saja dirinya bukan siapa-siapa. Bukan seorang wanita bersuami. Andai saja dirinya tak sedang berada di dekat suaminya. Dan andai saja… Ya andai saja dirinya bebas dari segala tuntutan norma dan aturan sebagai seorang istri, tentu Dina sudah meneriakkan apa yang diinginkannya. Dina akan meneriakkan agar lelaki pemijat itu melakukan langkah akhir. Langkah akhir yang saat ini sangat diinginkannya. Dan dengan sudut matanya, Dina melirik ke belakang dimana Ferry suaminya masih duduk menemaninya.
Namun rupanya, apa yang diinginkan Dina untuk saat ini nampaknya harus ditelannya bulat-bulat. Dina tak lagi mempunyai harapan untuk mendapatkan keinginannya. Apalagi kini gerakan tangan lelaki itu justru semakin menjauh dari posisi yang diinginkannya. Lelaki itu justru kini mengarahkan gerakannya kembali ke kedua tumitnya. Lelaki itu justru kini…menjauh. Dina hanya mampu menggigit bibirnya sendiri dengan sejuta kekecewaan.
“Akh” tanpa sadar Dina terpekik saat merasakan lecutan dalam dirinya karena tanpa diduga, dengan gerakan tiba-tiba, Darwis…bergerak naik dan langsung… menusuk pangkal pahanya. Dengan spontan Dina menoleh, bukan hendak memprotesnya, namun lebih mencari sosok suaminya yang semula duduk di kursi dekat pintu masuk kamarnya. Dan tatkala tak dijumpai sosok suaminya, pandangan Dina kini beralih ke lelaki pemijat itu. Pandangan yang bimbang apakah akan memprotes tindakan lelaki itu ataukah…membiarkannya. Dan…dengan sikap yang terbaca, Dina tak melakukan protes apa-apa. Dina bahkan menunggu tindakan selanjutnya dari lelaki itu.
Rupanya Darwis menggunakan kesempatan saat suaminya keluar. Dan apa yang dilakukan lelaki itu, justru memang yang diinginkannya. Entah karena sudah di belenggu hasrat atau memang dirinya sudah hilang kesadaran, Dina justru kali ini senang dengan ketidak hadiran suaminya itu. Dan kesempatan itu tak ingin disia-siakannya. Dina ingin merasakan sesuatu yang berbeda. Berbeda getaran dan sensasinya. Berbeda rasa dan kenikmatannya. Berbeda lelaki yang melakukannya
Satu gerakan saja, membuat Dina harus menahan pekikannya. Satu gerakan yang membuat tubuhnya tersentak untuk kemudian bergetar hebat. Satu gerakan yang tiba-tiba namun tidak kasar. Satu gerakan sentuhan dan diikuti sapuan di permukaan selangkangnya yang membuat Dina tanpa sadar merenggangkan kedua pahanya. Satu gerakan yang melambungkan sukmanya. Satu gerakan yang….
“Mmmhhh” tak kuasa Dina melepaskan segala apa yang dirasakannya. Lelaki pemijat itu benar-benar telah menerbangkannya ke awang-awang. Gerakan jari tangannya demikian lihainya, bergerak-gerak lembut dan perlahan namun dengan tekanan yang menentukan. Gerakan dan tekanan yang sangat tepat membuat pinggul bulat Dina terangkat tanpa sadar. Satu dua gerakan yang terukur dan akhirnya…
Dina hanya mampu menggigit bantal yang menjadi penyangga kepalanya. Jari-jari tangannya meremas kuat kedua tepian bantal itu saat dengan beraninya lelaki pemijat itu menyelipkan jari-jari tangannya di lipatan celana dalamnya. Bergerak sedikit dan menyingkirkan bagian celana dalamnya, persis di posisi yang tepat. Dina tersentak tak percaya saat dirasakannya jari-jari lelaki pemijat itu…menyelusup masuk ke dalam…liang kewanitaannya !
Menusuk dalam dan dalam sekali. Dina sampai menarik pinggul bulatnya ke belakang hingga bongkahan pantatnya semakin terangkat naik. Kedua pahanya semakin merenggang. Dina hanya mampu menahan napas saat jari-jari tangan lelaki itu bergerak-gerak lincah di dalam rongga kewanitaannya, sementara jari lainnya menari-nari memijat dan menggelitik bagian tersensitif di luar rongga kewanitaannya. Dina hanya mampu diam dan terus diam merasakan seluruh perasaannya yang demikian menggila. Darwis terus melakukan gerakan-gerakan nakal di bagian terintim dirinya. Dan Dina….semakin tenggelam. Tenggelam dalam ketidak berdayaannya. Tenggelam dalam ketidak sadarannya. Tenggelam dalam ketidak ingatan akan dirinya. Dina lupa segala-galanya.
“Mmmhh…mmhhh” berkali-kali rintihan tertahannya meluncur seiring dengan semakin lihainya gerakan jari tangan lelaki pemijat itu di organ kewanitaannya. Pinggul bulat Dina tanpa kendali bergerak-gerak seakan memberi isyarat kalau dirinya amat sangat menikmati apa yang dilakukan oleh lelaki pemijat itu. Gerakan yang memberi isyarat agar lelaki pemijat itu semakin memberi segala sesuatu yang diinginkannya. Gerakan yang memberi isyarat agar lelaki itu terus melakukannya hingga akhir.
Namun sayang, Dina harus kecewa. Bertepatan dengan suara daun pintu yang terbuka, Dina merasakan lelaki pemijat itu menarik tangannya dengan cepat. Meninggalkan posisinya semula. Meninggalkan dirinya yang berada tergantung di awang-awang tanpa terselesaikan. Meninggalkan dirinya yang hanya bisa menggigit bibir bawahnya sendiri dengan segudang kekecewaan. Dina sangat kecewa karena merasa tak terselesaikan.
“Sudah pak. Selesai memijatnya” terdengar ucapan lelaki itu. Dina hanya bisa diam. Hanya bisa pasrah. Dan hanya bisa kecewa karena digantung tanpa penyelesaian.
Sampai Darwis pulang, Dina hanya bisa berbaring dengan segala perasaan yang dialaminya. Ingin rasanya dirinya minta diselesaikan oleh suaminya sendiri, namun Dina tak berani. Khawatir suaminya bertanya-tanya, mengapa selesai dipijat dirinya meminta. Khawatir akan dugaan dan pertanyaan yang mungkin timbul dalam benak suaminya. Akhirnya Dina hanya mampu diam hingga terlelap karena kelelahan sendiri.
Sebenarnya, tanpa juga diketahui oleh Dina juga, Ferry suaminya sudah mengetahui apa yang dialami dan dirasakan Dina, istrinya itu. Sejak minggu pertama, Ferry membaca apa yang dialami oleh istrinya itu. Dan pada saat itu, sesungguhnya Ferry merasa cemburu juga melihat Dina istrinya itu justru menikmati pijatan Darwis dengan cara yang berbeda.
Akibat didera rasa cemburu, itulah kenapa pada minggu berikutnya Ferry tidak memaksa Dina untuk dipijat. Namun uniknya dan anehnya, pada hari-hari menjelang minggu ke tiga, justru Ferry merasakan sesuatu yang berbeda. Ferry seolah merasakan sensasi dan gairah tersendiri menyaksikan Dina menikmati sentuhan lelaki lain. Sensasi yang akhirnya menghadirkan imajinasi akan variasi kehidupan seksuilnya. Ferry ingin mencoba petualangan baru dan nampaknya istrinya itu memungkinkan. Oleh karenanya, di minggu ke tiga ini Ferry membujuk Dina untuk mau di pijat lagi. Dan gayungpun bersambut.
Dan tadi, Ferry benar-benar merasa sangat luar biasa. Sensasi yang dialaminya dan ketegangan serta daya tarik seksualnya benar-benar memuncak manakala diam-diam setelah dirinya pura-pura keluar lalu diam-diam mengintip dari celah-celah lubang angin di bagian atas pintu kamarnya, dengan jelas dirinya melihat dan mendengar apa yang dialami Dina istrinya itu. Hampir saja dirinya membiarkan Dina menyelesaikan apa yang tengah dinikmatinya bersama lelaki pemijatnya itu. Bukan hanya penyelesaian yang sepihak dan sebatas permainan jari tangan, namun lebih dari itu. Namun Ferry tak ingin terburu-buru dan gegabah. Biarlah waktu nanti yang menyelesaikannya.
Satu minggu berikutnya kembali Dina dipijat. Kalau biasanya di hari Minggu, namun kali ini dimajukan, menjadi Sabtu sore. Ferry sendiri yang menginginkan hal itu.
Antara takut akan digantung seperti minggu sebelumnya dengan kerinduan untuk merasakan kembali apa yang dirasakannya minggu lalu. Dina sangat berharap, di kali ini dirinya bisa terselesaikan, entah bagaimana caranya nanti. Demikian juga halnya dengan Ferry. Dirinya berharap, kali ini semuanya bisa berjalan hingga akhir dan dapat mengalami suasana dan nuansa baru dalam kehidupan seksual suami istrinya. Apalagi kini keadaan sangat mendukung, karena sejak Sabtu pagi tadi kedua anaknya yang sudah duduk di bangku SMA dan SMP sedang berlibur di rumah orang tua Dina. Tinggallah mereka hanya berdua saja di rumah.
Jam tujuh malam, Darwis datang. Setelah berbincang sesaat, acarapun dimulai. Kalau sebelumnya Ferry mendahului dipijat oleh Darwis, namun kali ini Ferry menyilahkan Darwis untuk langsung memijat Dina. Untuk tak menimbulkan kecurigaan istrinya, Ferry tetap menemani Dina dipijat. Duduk tenang di sudut kamar dekat pintu kamar. Namun diam-diam, mencuri pandang di balik kamuflase bacaannya.
Sampai beberapa saat, acara pijatan berlangsung seperti biasanya. Dina rebahan telungkup dengan selembar kain yang menutupi sebatas punggung dan betisnya, sementara Darwis terus memijat. Ferry mencari cara dan alasan untuk memberi moment dan kesempatan agar apa yang menjadi fantasinya tercapai. Demikian pula sebaliknya Dina. Dia berharap menemukan moment yang tepat untuk bisa mendapatkan apa yang tak didapatkannya di minggu lalu.
Sampai akhirnya Ferrypun mendapatkan ide. Pura-pura beberapa kali menguap kantuk, Ferry memberi alasan dan kesempatan. Dengan gerakan yang meyakinkan Ferry berpura-pura terkantuk-kantuk sampai bahan bacaannya terjatuh, dan itu diamati oleh Dina istrinya, namun dia diam saja.
Tiba saatnya Ferry menjalankan skenario berikutnya. Dengan pura-pura terhuyung-huyung, Ferry melangkah keluar. Sambil berjalan ke arah sofa, dimatikannya lampu ruangan tengah itu. Cukup cahaya dari kamar tidur yang menerangi ruangan tempat bersantai itu.  Pintupun dibiarkannya terbuka sebagian lalu dirinya rebahan di sofa dengan tetap bisa saling melihat ke dalam kamar dan juga sebaliknya. Perlahan namun pasti, Ferry berpura-pura terlelap dalam tidur namun dengan sedikit memicingkan mata tetap mengawasi ke dalam kamarnya. Belum ada gerakan beberapa saat. Baik Ferry maupun Dina saling menunggu hingga akhirnya….
“Sebentar” ujar Dina sambil memberi isyarat agar Darwis menghentikan dahulu pijatannya. Dina bangkit sambil melilitkan kain ke tubuhnya lalu melangkah mendekat ke suaminya. Dari celah matanya, Ferry bisa melihat istrinya tengah menuju ke arahnya. Ferrypun langsung merapatkan kedua matanya saat Dina semakin mendekat dan pura-pura tertidur pulas.
“Mas…mas” Dina mencoba membangunkan, namun Ferry tetap diam, seakan sangat terlelap. Sekali lagi Dina coba membangunkan, namun Ferry tetap diam. Dina akhirnya kembali melangkah masuk dan…dia menutup lebih rapat pintu kamar tidurnya seperti takut terlihat dari luar. Ferry menunggu sesaat dengan penuh ketegangan.
Setelah dirasa cukup, Ferrypun bangkit perlahan dan mendekat ke pintu kamar tidurnya. Dicoba memeriksa celah pintu, ternyata tak ada celah, walau tak tertutup sampai penuh. Didekatkannya telinganya untuk mencoba mendengarkan suara dari dalam. Hening, tak ada suara. Ferry diam sejenak, lalu dengan gerakan yang sangat hati-hati, sofa kecil yang ada di dekat pintu kamar tidurnya dia angkat dan diletakkan di depan pintu 
Dengan gerakan perlahan dan hati-hati, Ferry menaiki sofa itu dengan perasaan tegang. Perlahan di angkat wajahnya sampai dapat melihat ke dalam kamar tidurnya melalui celah ventilasi pintu kamar tidurnya. Dan terlihat, Dina sudah kembali telungkup melanjutkan pijatannya. Posisi rebahan Dina cukup tepat agak menyamping dengan kaki ke tepi luar tempat tidurnya. Lampu kamarpun tidak dimatikan, semua seperti biasanya.
Dan kembali seperti minggu lalu, Ferry menyaksikan istrinya itu tengah menikmati pijatan Darwis. Bahkan kini…ya…kini, dengan jelas Ferry dapat melihat gerakan jari tangan Darwis sudah lebih jauh lagi dibandingkan minggu sebelumnya. Dan kali ini, dikala dirinya tak ikut hadir di kamar itu, gerakan Darwis tak terlihat lagi seperti tengah memijat seperti sebelumnya, namun…lebih tepat dikatakan…membelai. Ya, lelaki pemijat itu kini dengan jelas bukan lagi sedang memijat melainkan…sedang membelai-belai. Membelai-belai punggung Dina yang terbuka. Belaian yang lalu mengarah ke bagian depan tubuh istrinya itu. Dan Dina…tak menolaknya, bahkan terlihat jelas…menerimanya.
Dengan perasaan tegang sekaligus…gairah, Ferry dapat melihat gerakan jari-jari tangan lelaki pemijat itu semakin berani mengarah ke depan menuju gundukan kedua payudara Dina. Sementara Dina sendiri memang…menikmatinya. Bahkan dalam satu gerakan…Dina mengangkat sedikit badannya, memberi ruang bagi Darwis. Jelas dan sangat nyata terlihat oleh Ferry, kalau istrinya itu semakin mengangkat dadanya hingga….tergantung. Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Darwis. Dengan pasti lelaki pemijat itu bergerak maju dan….
“Mmmmhhh” terdengar suara rintihan Dina saat tangan Darwis akhirnya… untuk pertama kalinya menyentuh payudaranya. Bukan hanya menyentuh, bahkan… menggenggamnya !
Sungguh suatu perasaan yang sulit dilukiskan yang dirasakan oleh Ferry saat ini. Perasaan aneh sekaligus sangat membangkitkan hasrat birahi menyaksikan untuk pertama kalinya Dina istrinya berada dalam rengkuhan lelaki lain. Dan Ferry semakin tenggelam dalam seluruh perasaannya, manakala menyaksikan Dina istrinya sangat menikmati hal itu. Rintihan Dina walau berusaha disembunyikan, terdengar jelas oleh Ferry. Bahkan kini, Dina terlihat menggelinjang dalam dekapan Darwis.
Dina sendiri sudah semakin tenggelam dalam buaian rasa nikmat. Nikmat dan sensasi yang menggila. Seluruh tubuhnya terasa menggigil merasakan gelitikan dan pilinan jari tangan lelaki pemijatnya itu di kedua putting payudaranya yang sudah mengeras. Dina hanya bisa memejamkan kedua matanya sambil berusaha menahan rintihannya merasakan permainan jari-jari tangan lelaki asing di kedua payudaranya itu. Terasa sangat berbeda, asing dan penuh misteri namun sangat nikmat. Belaian, remasan, gelitikan dan pilinan jari tangan Darwis benar-benar melambungkan sukmanya.
Walau hanya berlangsung beberapa menit saja, namun tindakan lelaki pemijatnya itu telah mengantarkan Dina ke puncak gairahnya. Dan tatkala Darwis mulai bergerak ke bawah, Dinapun….bersiap.
Ferry menyaksikan, Darwis mulai menyentuh kedua kaki istrinya. Dari apa yang dilihatnya sesaat tadi, Ferry dapat memastikan kalau segala sesuatunya akan berakhir sesuai dengan fantasinya. Dan itu semakin terlihat manakala dengan gerakan pasti, Darwis mulai memijat kedua kaki Dina. Bukan, bukan memijat, tapi… membelai ! Ya, membelai. Sambil bergerak membelai kedua paha paha mulus Dina, Darwis menyingkap kain yang menutupi bagian tengah istrinya itu lebih tinggi lagi. Hal yang tidak dilakukannya saat dirinya hadir di kamar itu. Dan hal itu ternyata…tak ditolak oleh Dina.
Satu dua gerakan, Ferry melihat belum sesuatu yang berarti. Namun digerakan berikutnya….Ferry menahan napasnya. Terlihat dengan jelas, Darwis mulai mengarahkan gerakannya ke pangkal paha Dina. Dari balik kain yang masih menutupi sebagian bongkahan pantat Dina, Ferry dapat menyaksikan gerakan-gerakan tangan lelaki itu dari gelombang-gelombang kain penutup tubuh bagian bawah istrinya itu, dan Ferry dapat memastikan kalau Darwis sudah berhasil menggapai tujuannya…pangkal paha Dina. Hal itu terlihat juga dari gerakan pinggul Dina yang terangkat naik. Juga dengan gerakan kedua paha putih mulus Dina yang merenggang. Ditambah lagi dengan…erangan dan rintihan tertahan istrinya itu.
Ferry benar-benar memuncak dalam amukan gejolak birahinya, namun dia tetap berusaha bertahan, walau lututnya terasa lemas. Sementara Dina sendiri semakin tenggelam semakin dalam. Apa yang dirasakannya minggu lalu, kali ini terasa jauh lebih hebat. Rasa penasaran, tertantang dan ketegangan, justru semakin melipat gandakan kenikmatannya. Dan tatkala kembali dirasakannya jari tangan Darwis berusaha menyelusup masuk ke dalam liang kewanitaannya yang sudah sangat basah itu, Dinapun memberi jalan dengan semakin merenggangkan kakinya.
“Mmmhhh…mmmhhh” hanya itu yang dapat dilakukannya merasakan gerakan jari tangan Darwis yang mulai menyelusup masuk ke dalam liang kewanitaannya. Terus masuk semakin dalam, mengalirkan rasa nikmat dan sensasi yang sulit dilukiskan. Sementara bagian tonjolan daging yang terletak di luar liang kewanitaannya, terus mendapat stimulasi dan rangsangan yang intens dari jari-jari tangan lelaki itu. Dina sampai meregang manakala lelaki itu dengan lihainya mengkobinasikan gerakan jari tangannya baik yang berada di luar maupun yang berada di dalam rongga kewanitaannya. Pinggul bulatnya semakin terangkat naik dan mulai memberikan respon gerakan.
Dina hanya bisa merintih dan mengerang pelan, merasakan semua sensasi, ketegangan dan kenikmatannya. Terasa sangat lihai sekali Darwis menggerak-gerakkan jari tangannya membuat Dina tanpa sadar sudah mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi hingga kini posisinya menungging dengan dada dan kepala rebah.
Gerakan itu terus berlanjut sampai akhirnya….Dina merasakan kalau lelaki itu ingin melepas penghalang satu-satunya yang menggangu segala gerakannya. Dan Dina menyilahkan lelaki itu…menarik celana dalamnya. Dina memberi jalan sampai akhirnya…terlepaslah celana dalamnya dan entah tercampak di mana. Dina semakin tak kuasa mengendalikan dirinya, sementara Ferrypun semakin memuncak menyaksikan semua ini. Apalagi saat Darwispun menyingkirkan kain penutup bagian bawah tubuh Dina tanpa ditolak oleh Dina, maka kini terbukalah seluruh tubuh indah istrinya itu. Dina telungkup menungging dalam keadaan polos tanpa penutup sedikitpun, dan Dina…menerima !
Dina sendiri, anehnya tak lagi merasa canggung dan malu demi menyadari dirinya kini sudah polos tanpa penutup tubuh sama sekali. Apalagi, saat ini dalam posisinya dan dalam posisi lelaki pemijatnya itu, Dina dapat memastikan kalau bagian organ kewanitaannya pasti tengah terpampang bebas dan jelas di hadapan lelaki itu. Namun Dina sudah tak perduli lagi dan apalagi malu. Justru dirinya kini sangat bergairah dan semakin bergairah justru saat menyadari akan kepolosan tubuhnya ini dan tengah ditonton lelaki itu.
Kembali Darwis melakukan kerjanya. Jari tangannya sesaat mengusap permukaan vagina Dina yang kini terpampang jelas. Nampak kemerahan dengan bibir kemaluan yang sudah terbuka.
Dengan jelas sekali, Ferry menyaksikan lelaki pemijat itu kembali memasukkan jari tangannya ke dalam lubang vagina istrinya. Tidak hanya satu, tapi….dua. Tidak….bukan dua, tapi…tiga. Oh ternyata…empat ! Gila ! Dina sampai mengerang dan meliukkan pinggul bulatnya merasakan tusukan empat jari tangan lelaki pemijatnya itu. Dari belakang, Ferry dapat menyaksikan kalau lubang kemaluan istrinya itu sampai meregang penuh untuk dapat menampung keempat jari tangan lelaki pemijatnya itu. Dan tatkala Darwis mulai bekerja, terdengar suara kemerocok dari vagina istrinya pertanda kalau Dina benar-benar berada dalam puncak gairahnya.
Dina sendiri benar-benar tak kuasa lagi menahan seluruh perasaannya. Tindakan nakal lelaki itu yang membenamkan keempat jari tangannya ke dalam liang vaginanya, justru terasa sangat nikmat. Nikmat karena terasa penuh dan meregang habis. Dan lebih nikmat lagi saat keempat jari tangan lelaki itu bergerak liar di dalam lubang kemaluannya. Dina hanya bisa merintih tertahan sambil meliuk-liukkan pinggulnya tanpa sadar.
Dan selanjutnya, apa yang disaksikan oleh Ferry benar-benar membuat jantungnya seakan hendak berhenti. Darwis tak hanya mengorek-ngorek lubang vagina istrinya itu akan tetapi kini….lelaki itu mendekatkan wajahnya ke selangkangan Dina dan akhirnya…mencium selangkangan istrinya itu. Bukan cuma mencium, tapi…menjilati dan mengulum vagina Dina !  Uuukhh….Ferry benar-benar tak kuat lagi rasanya.
Bahkan akhirnya, Darwis tak hanya menggarap selangkangan Dina, tapi juga payudara istrinya yang tergantung bebas. Ferry benar-benar hampir tak kuat menyaksikan istrinya digarap oleh lelaki pemijatnya itu. Sementara Dina sendiri justru sebaliknya, dia semakin tenggelam dalam sejuta kenikmatan merasakan apa yang dilakukan lelaki itu. Sementara payudaranya diremas dan dipilin-pilin putingnya, jilatan, gelitikan lidah, hisapan dan gigitan-gigitan kecil dirasakannya di clitorisnya. Ditambah lagi dengan kocokan keempat jari tangan lelaki pemijatnya itu di liang kewanitaannya membuat Dina memuncak. Dia…ingin segera diselesaikan !
Darwis nampaknya lelaki yang sangat berpengalaman. Tanpa meminta, lelaki itu tahu kapan si wanita menginginkan penyelesaian. Dengan cepat lelaki itu melepaskan garapannya di tubuh polos Dina, lalu dengan cepat juga dia melucuti pakaiannya sendiri hingga sama-sama…bugil ! Ferry tercekat menyaksikan semua itu. Lututnya gemetar. Terlihat kini di dalam kamar tidurnya, istrinya bersama dengan lelaki selain dirinya dalam keadaan sama-sama telanjang bulat. Ferrypun menyaksikan batang kemaluan lelaki pasangan bercumbu istrinya itu sudah menegang penuh, dengan tonjolan urat-urat besar di sekeliling batangnya. Ukuran batang kemaluannya tak jauh berbeda dengan ukuran batang kemaluan miliknya. Hanya diameternya yang lebih besar, sekitar 5 cm-an sedang miliknya, 4 sampai 4,5 cm-an.
Ferry semakin terpaku saat menyaksikan istrinya membalikkan badan. Kini posisi Dina telentang menghadap ke lelaki itu. Terlihat Dina memandang dengan penuh gairah batang kemaluan lelaki itu. Batang kemaluan lelaki lain pertama yang dilihatnya, membuat Dina terlihat sangat bergairah.
Penantian berjalan dengan cepat. Ferry menyaksikan Darwis langsung bersiap diantara kedua paha mulus istrinya itu, sementara Dina bersiap menerima masukan pertama dari lelaki asing dengan tak sabar. Kedua kaki mulus istrinya itu sudah membuka memberi jalan pada lelaki itu. Kedua lututnya menekuk ke atas sambil mengangkang penuh. Dina nampaknya sudah demikian menggebunya hingga tak perduli lagi kalau dihadapannya adalah lelaki lain. Bahkan saat lelaki itu menyempatkan memandangi selangkangannya yang berbulu halus dan tidak terlalu lebat itu, Dinapun tak keberatan atau merasa malu.
“Ssshh…uuuukkkhhh” erangan Dina tak mampu ditahannya. Dengan jelas Ferry menyaksikan batang kemaluan lelaki itu mulai membenam masuk ke dalam lubang kemaluan istrinya. Sementara Dina sendiri, merasakan sensasi dan kenikmatan tersendiri menerima masukan pertama dari lelaki lain. Dina merasakan liang kewanitaannya terasa penuh dan terganjal, namun sangat nikmat. Perlahan sekali Darwis membenamkan batang kemaluannya. Perlahan pula Dina merasakan kenikmatan yang semakin kuat seiring semakin dalamnya batang kemaluan lelaki itu memasuki liang kewanitaannya sampai akhirnya…
“Akh” pekikan kecil Dina mengiringi selesainya benaman batang kemaluan Darwis, yang habis membenam seluruhnya ke dalam lubang vaginanya. Darwis menekan lebih kuat, sementara Dina menarik wajahnya ke belakang merasakan tusukan ujung batang kemaluan lelaki itu di dasar lubang kemaluannya. Dina merasakan tekanan yang kuat di dalam lubang kewanitaannya, menghadirkan tekanan kenikmatan yang kuat pula.
Untuk beberapa saat lamanya Darwis diam sambil tetap menekan, sementara Dinapun tetap menarik kepalanya ke belakang. Sambil menekan, Darwis tak menyia-nyiakan kedua gundukan payudara Dina dan meremasnya dengan sedikit kuat. Di balik kisi-kisi lubang ventilasi pintu kamar, Ferry hanya bisa terpaku. Berkecamuk perasaannya, namun tak ada niatan untuk menghentikan semua itu. Ferry justru merasa sangat terangsang melihat istrinya tengah bersenggama dengan lelaki pemijatnya itu. Ferry tak lagi memikirkan, apakah dirinya normal ?  Yang ada saat ini adalah sensasi yang luar biasa menyaksikan Dina tengah meregang kenikmatan. Seakan masih tak percaya, kalau Dina istrinya itu benar-benar melakukan hal itu. Benar-benar memberikan kesempatan kepada lelaki lain untuk menikmati tubuh polosnya, termasuk sampai menerima masukan batang kemaluan lelaki itu ke dalam lubang kemaluannya. Lubang kemaluannya yang selama ini hanya dirinya yang mengisi, namun kini untuk pertama kalinya istrinya itu menerima masukan lelaki lain, dan Dina nampaknya sangat menikmatinya.
“Sssshhh” erangan Dina mulai terdengar lagi saat Darwis mulai bergerak mundur. Kedua bola mata Dina terpejam rapat. Bibirnya terbuka sebagian. Dari raut wajahnya terlihat kalau Dina istrinya memang sangat menikmati hubungan seks pertamanya dengan lelaki lain itu. Ferry mengamati bagaimana batang kemaluan Darwis mulai bergerak maju mundur keluar masuk ke dalam lubang kemaluan istrinya. Batang kemaluan itu terlihat mengkilat dibasahi oleh cairan pelumas lubang kemaluan Dina.
“Ssshhh….mmmmhhhh” hanya itu yang keluar dari celah bibir Dina, mengiringi pergerakan batang kemaluan Darwis, si lelaki pemijat itu. Dari ekspresi wajah Dina terlihat kalau istrinya itu memang tengah merasakan kenikmatan.
Dina sendiri, dalam buaian kenikmatannya dan dalam selubung gairahnya, merasa heran, kenapa rasanya persenggamaannya kali ini nikmat sekali. Pergesekan dinding liang kewanitaannya dengan batang kemaluan lelaki itu terasa kuat dan nikmat sekali, padahal ukurannya tidak banyak berbeda dengan batang kemaluan suaminya sendiri. Apakah semua ini karena pengaruh keasingan dari lelaki yang tengah bersamanya itu ?  Sosok lelaki asing yang memberi nuansa dan sensasi yang berbeda ?  Penuh misteri namun penuh daya tantang yang kuat.
Masih sempat juga terpikir olehnya, apakah yang dilakukannya ini benar ?  Sebagai seorang wanita yang bersuami, dirinya melakukannya dengan lelaki lain ? Di rumahnya sendiri ?  Disaat suaminya lengah ?  Apa ini lazim ?
Namun ternyata sesuatu yang tidak lazim itu sangat luar biasa. Curi-curi kesempatan seperti ini juga terasa sangat excited. Adrenalinnya terpacu tinggi, menghadirkan ketegangan dan sensasi yang luar biasa. Dan akhirnya, rasa nikmatnyapun terasa sangat hebat. Dina tak kuasa lagi menolak segalanya. Dina sudah tenggelam dalam gulungan ombak kenikmatan birahi yang hebat. Setiap pergerakan lelaki itu, terasa sangat kuat dan nikmat sekali, hingga tanpa sadar pinggulnya bergerak mengimbangi gerakan lelaki itu. Dina hanya bisa pasrah pada “serangan” lelaki itu yang mendatangkan rasa nikmat yang luar biasa. Dina hanya bisa merintih dan mengerang, walau sekuat tenaga dirinya berusaha menahan suaranya agar tak membangunkan suaminya. Dina tak ingin semua yang dirasakannya ini berakhir tanpa penyelesaian.
“Mmmhhh…mmmhh…” erangan kecilnya terus meluncur mengiringi pergerakan Darwis yang semakin cepat menusuk-nusukkan batang kemaluannya ke dalam liang kewanitaannya. Pinggul bulat Dina berputar-putar tanpa sadar. Aliran kenikmatan terus memburunya dan tekanan dalam dirinyapun mulai terasa. Dina semakin tak kuasa menahan segalanya dan membiarkan lelaki itu melakukan apapun yang diinginkannya. Bahkan kedua gundukan payudaranyapun dibiarkannya berkali-kali diremasi jari-jari tangan lelaki itu. Dina…pasrah.
Tekanan dalam dirinya dengan cepat bergerak naik. Jalan napasnya semakin memburu, sementara gerakan Darwis semakin cepat dan kuat. Tusukan lelaki itu terasa sangat dalam. Kenikmatan yang dirasakannya terus mengalir seakan tanpa henti. Dina benar-benar tak berdaya dibuatnya, sampai akhirnya….
“Mmmhh..!” pekiknya ditahan. Kedua betisnya langsung menyergap pinggang lelaki itu dan memitingnya kuat-kuat. Dina….meledak hebat. Tubuh polosnya melengkung, mengejang dan menggeletar kuat. Kepalanya tertarik jauh ke belakang. Wajahnya mengekspresikan sesuatu yang amat sangat yang tengah dirasakannya. Urat-urat lehernya hingga muncul. Dina…sangat kenikmatan.
Ferry benar-benar merasa takjub sekaligus tak percaya menyaksikan semua ini. Dihadapannya, dengan jelas melihat istrinya tengah memacu birahi dengan lelaki lain. Dengan jelas terlihat, istrinya amat sangat menikmati apa yang dilakukannya. Ferry benar-benar terpaku.
Setelah beberapa saat Dina meregang, perlahan terlihat istrinya itu mulai mengendurkan jepitan kedua betisnya di pinggang lelaki pemijatnya itu seakan sebuah isyarat kalau Dina siap melanjutkan. Dan hal itu segera direspon oleh si lelaki.
Darwis meraih kedua betis indah Dina dan mengangkatnya hingga kedua kaki jenjangnya itu lurus terangkat naik. Sambil kedua tangannya memegangi betis Dina, Darwispun melanjutkan kembali gerakannya dan Dinapun…kembali menikmatinya.
Ferry terus memandangi bagaimana batang kemaluan lelaki itu keluar masuk ke dalam lubang kemaluan istrinya. Sementara Dina terlihat sangat menikmatinya. Rintihan dan erangannya kembali terdengar. Kedua bola matanya masih terpejam rapat dan bibirnya setengah terbuka. Berkali-kali, kedua alis Dina melengkung seakan hendak bertaut. Sesekali wajahnya tertarik ke belakang, terutama saat si lelaki menusuk dalam.
Kini lelaki itu mendorong kedua kaki Dina dengan kedua bahunya sambil mencondongkan tubuhnya ke depan. Posisi kedua kaki Dina condong ke arah tubuhnya. Lututnya mendekati kedua gundukan payudaranya yang terguncang-guncang indah akibat pergerakan si lelaki. Posisi ini memberikan tusukan dan tekanan yang makin kuat. Hal itu terlihat jelas dari ekspresi wajah istrinya itu yang makin ekspresif menandakan kenikmatan yang dirasakannya semakin tinggi.
Dalam tempo beberapa menit saja, lelaki itu sudah menghujami Dina dengan kecepatan dan kekuatan yang tinggi. Dinapun terlihat semakin tenggelam dalam buaian kenikmatan birahinya sampai akhirnya Dinapun kembali menggapai puncak kenikmatan birahinya. Namun kali ini, Ferry melihat, Darwis tak memberi kesempatan pada istrinya itu untuk menikmati dahulu klimaksnya. Lelaki itu terus melanjutkan gerakannya yang cepat dan kuat hingga terlihat Dinapun seperti megap-megap menahan semua yang dirasakannya. Ferry sempat gemas juga dengan lelaki itu, namun baik dirinya maupun Dina istrinya, tak memiliki daya dan kesempatan, atau memang tak ingin melakukan pencegahan itu kalau tak ingin semua yang tengah berlangsung itu berakhir lebih cepat.
Ferry tak ingin mengakhiri ketegangan, sensasi dan keasikannya menyaksikan pergumulan istrinya dengan lelaki itu, sementara Dina sendiri tak ingin segera mengakhiri ketegangan dan kenikmatannya. Demikian juga halnya dengan Darwis, lelaki pemijat itu tak ingin segera berhenti menikmati tubuh wanita yang demikian indah dan nikmatnya itu.  Klop sudah. Ketiganya tak ingin buru-buru menghentikan semua itu
“Ganti posisi bu, nungging” terdengar suara Darwis. Ferry tercekat mendengarnya. Walau pelan, namun Ferry dapat menangkap ucapan lelaki pemijat pasangan bercumbu istrinya itu. Dan Ferry lebih kaget lagi saat melihat Dina istrinya itu… menerima permintaan Darwis !
Sesaat setelah Darwis mencabut batang kemaluannya dari dalam lubang kemaluan Dina, Ferry melihat istrinya itu langsung merubah posisi tubuhnya. Membalikkan badan dan langsung….nungging !  Akh gila !  Dina sudah benar-benar… gila ! maki dirinya sendiri tak percaya. Namun Ferry kembali hanya bisa terpaku di tempatnya. Lututnya terasa sudah semakin lemas, namun dia tetap berusaha untuk berdiri di tempatnya.
Dengan jelas Ferry melihat, lelaki itu kembali bersiap membenamkan batang kemaluannya ke dalam lubang kemaluan Dina. Kali ini dari arah belakang.
“Sssshhh…mmmhhh” erangan Dina kembali terdengar saat lelaki itu dengan perlahan membenamkan batang kemaluannya ke dalam lubang kemaluannya. Tanpa kesulitan, Ferry melihat batang kemaluan Darwis terus bergerak masuk ke dalam lubang kemaluan istrinya sampai habis seluruhnya membenam. Lalu sambil memegangi, atau…meremas-remas bongkahan pantat indah istrinya itu, Darwis kembali bekerja, menghujam-hujamkan batang kemaluannya ke dalam lubang kemaluan Dina
Dalam tempo singkat, terlihat Darwis sudah demikian cepatnya bergerak. Hal ini membuat Dina semakin kenikmatan. Sesekali lelaki itu menjulurkan tangannya menggapai payudara Dina yang tergantung bebas, untuk kemudian meremasnya. Sesekali juga lelaki itu membelai-belai punggung mulus istrinya itu. Ferry benar-benar tak berdaya menghentikan semua tindakan lelaki itu.
Gerakan maju mundur Darwis sudah cukup cepat dan kuat, namun dengan kelihaiannya, gerakan itu tak sampai menimbulkan suara tepukan yang keras. Lelaki itu menyadari kalau tak hati-hati akan membuat kegaduhan. Diam-diam Ferry sangat takjub dengan kemampuan pengendalian diri, baik si lelaki maupun Dina istrinya. Kalau saja dirinya tak menyaksikan langsung dan menonton langsung dari celah-celah kisi-kisi ventilasi pintu kamar tidurnya, tentu dirinya tak akan tahu kalau istrinya dan lelaki itu tengah melakukan persenggamaan.
Ferry terus mengamati seluruh gerakan dari pasangan bercumbu di dalam kamar tidurnya itu. Mengamati bagaimana bernapsunya si lelaki menyetubuhi istrinya, dan juga mengamati bagaimana reaksi dan ekspresi istrinya yang demikian menikmati pergumulan pertamanya dengan lelaki lain selain dirinya itu sampai akhirnya terlihat istrinya kembali meregang mendapatkan puncak kenikmatan birahinya. Kali ini si lelaki memberi kesempatan pada Dina untuk menyelesaikan dulu apa yang baru didapatkannya itu. Sambil menekan kuat-kuat pinggulnya, lelaki itu meremasi kedua bongkahan pantat Dina.
Untuk beberapa saat, Ferry melihat tubuh polos istrinya yang masih menungging itu, mengejang hebat. Sesekali terlihat sentakan-sentakan kuat pada tubuh bugil istrinya itu yang nampak mulai dibasahi oleh keringat. Keadaan itu berlangsung beberapa saat lamanya sampai akhirnya perlahan istrinya menjatuhkan tubuh polosnya itu ke depan hingga tertelungkup diikuti si lelaki yang tak ingin batang kemaluannya terlepas dari dalam lubang kemaluan Dina.
Kini dalam posisi telungkup, Dina kembali menerima hujaman dari si lelaki pemijatnya. Sambil setengah menindih tubuh bugil Dina, lelaki itu terus bergerak dan Dinapun kembali terdengar merintih-rintih kenikmatan. Dengan cepat lelaki itu meningkatkan gerakannya, sambil terus menikmati sekujur tubuh polos Dina. Sesekali lelaki itu membelai-belai gundukan payudara Dina yang tertindih tubuhnya sendiri.
Akhirnya pergumulan mereka berakhir dalam posisi itu. Si lelaki menumpahkan cairan kenikmatannya diatas bongkahan pantat indah Dina, lalu keduanya lekas berpakaian kembali. Ferrypun dengan cepat namun hati-hati, langsung turun. Lututnya terasa sangat lemas, hampir saja dia terjatuh
Setelah menempatkan kursi sofa kecil itu ditempatnya kembali, Ferrypun kembali rebahan di sofa dan berpura-pura tertidur pulas. Dengan susah payah dirinya coba mengendalikan diri, terutama pada bagian selangkangannya yang sulit untuk diredakan.
Sampai akhirnya, dari celah matanya yang terbuka sedikit, Ferry melihat lelaki pemijat itu keluar dari kamar tidurnya di temani Dina istrinya yang hanya menutupi tubuhnya dengan sehelai kain yang tadi digunakannya.
“Bapak…” ujar lelaki pemijat sambil memandang ke arahnya.
“Biar, nanti saya sampaikan. Suami saya kalau sudah pulas, susah dibangunkan” ujar Dina sambil tertunduk, agaknya rasa malunya telah kembali. Malu karena baru saja dirinya melakukan sesuatu dengan lelaki itu yang selama ini hanya dilakukannya bersama dirinya, suaminya.
Lelaki itupun langsung pamit dan beranjak pergi. Dina langsung melangkah ke arah dirinya, Ferrypun memejamkan matanya rapat-rapat dan berpura-pura pulas.
“Mas…mas…” istrinya coba membangunkannya. Apakah memang bermaksud membangunkannya, ataukah sekedar memastikan kalau dirinya masih pulas tertidur. Dan Ferry memutuskan untuk tetap berpura-pura tertidur. Dina segera beranjak pergi dan kembali ke dalam kamar tidurnya. Kamar tidur yang baru saja digunakannya untuk memacu kenikmatan birahi bersama lelaki itu. Wuih..

ISTRIKU SELINGKUH DENGAN TUKANG PIJAT TAPI AK JUSTRU NGACENG MELIHATNYA

Pijat memang terbukti mampu meregangkan otot yang kaku dan menyegarkan tubuh. Makanya suamiku setiap malam minggu mendatangkan tukang pijat langgannya kerumahku. Namun setelah mengenal Pak Jono, semua menjadi berubah. Tidak suamiku saja yang tambah segar akan service Pak Jono, aku pun menuai kepuasan tiada tara dengan kehadiran dia di rumahku. Hinggaperselingkuhan itu pun terjadi. Berikut cerita panas dari kisah pribadiku yang lebih 
lengkap.
Aku adalah seorang isteri dari seorang karyawan swasta. Aku punya anak dua. Yang kedua kelas satu. Aku sering nungguin anakku yang kedua di sekolahnya, terutama waktu olah raga.
Guru olah raga anakku bernama Pak Jono. Ia suka sekali bercanda dan berhumor. Tubuhnya tinggi, kurang lebih 175 cm dan berbadan besar dan kekar. Warna kulit agak hitam. Ia baru saja bercerai dengan isteri 4 bulan yang lalu. Jadi ia seorang duda. Selain ia guru olah raga, ia pun pintar memijat. Banyak guru lain minta dipijet olehnya.
Ketika olah raga seperti biasanya ia memakai celana training. Sambil menunggu anakku aku memperhatikan ia yang sedang olah raga bersama murid-murid kelas dua. Begitu aku memperhatikan diantara selangkangannya aku lihat tonjolan yang memanjang dan besar. Aku berkata dalam hatiku, wuh panjang dan besar sekali barangnya.
Suamiku hobi dipijat. Tukang pijat langganannya selama ini adalah pemijat tunanetra.
“Guru olah di sekolah anak kita pintar memijat, ngerti urat lagi katanya. Coba saja mas!” kubilangi suamiku.
“Boleh juga kita panggil ke sini malam minggu depan. Mau enggak dia ngurut malam-malam?”
“Enggak tahu ya .. Coba aku tanyakan besok ya.”
Keesokan harinya aku pergi ke sekolahan dan bertemu dengan Pak Jono.
“Pak, mau enggak mijetin suami saya?” tanyaku. “Tapi kalo bisa malam hari, Pak.”
“Boleh juga asalkan ongkosnya mahal,” katanya sambil bercanda.
Setelah suamiku pulang kantor sambil makan malam aku ceritakan padanya bahwa Pak Jono mau.
“Boleh panggil ke sini tapi malam sekitar jam 22.00,” kata suamiku.
Sampai waktu yang ditentukan Pak Jono datang ke rumahku. Ia ngobrol dengan suamiku sambil bercanda sehingga baru saja kenal suamiku merasa akrab dengannya. Aku duduk di dekat suamiku menemaninya. Kemudian suamiku menyuruhku merapikan kamar depan dekat ruang tamu.
Mulailah suamiku dipijet oleh Pak Jono sambil ngobrol ngalor-ngidul. Pak Jono banyak ngebanyol karena memang ia hobi bercanda. Aku nonton TV sambil tiduran di sofa ruang tamu ngedengerin obrolan Pak Jono dan suamiku.
Suamiku mulai bercerita agak serius dengan suara pelan-pelan.
“Aku ini tidak kuat dalam dalam hubungan seksual. Kenapa, ya? Jadinya isteriku suka marah-marah kalau hubungan intim. Kalau Pak Jono bagaimana dengan isteri Anda?”
“Saya sekarang duda sudah 4 bulan. Kalau dulu sebelum cerai saya kebalikan bapak. Ia kewalahan dengan kemampuan saya sampai ia minta cerai.”
“Wah, hebat kamu ini, Pak.”
Pak Jono yang biasanya suka bercanda mulai berbicara serius.
“Mungkin Bapak terlalu lelah, atau mungkin punya Bapak terlalu kecil dan pendek. Bapak urut yang membesarkan dan memanjangkan saja. Saya hanya bisa mengeraskan saja. Kalau memanjangkan dan membesarkan aku tidak bisa,” katanya pada suamiku.
“Wah, tukang urut yang memanjangkan dan membesarkan itu banyak yang bohong,” kata suamiku.
“Ada yang bener, Pak. Ada teman saya berhasil dari 13 menjadi 17 cm dan menjadi besar lagi,” kata Pak Jono berusaha meyakinkan.
“Pak Jono pernah nyoba enggak?” tanya suamiku selanjutnya.
“Saya tidak perlu karena punya saya sudah sangat panjang dan besar. Panjangnya 19 cm dan besarnya 4,5 inch,” jawab Pak Jono sambil tertawa. “Kalau punya bapak berapa?”
“Punya saya panjangnya 12 cm besarnya 2,5 inch.”
Mendengar obrolan suamiku dan Pak Jono aku berkata dalam hatiku.
“Wuh… besar dan panjang sekali punya Pak Jono, pantesan tonjolannya panjang dan besar dan itu belum bangun. Apalagi kalau barangnya sudah bangun.”
Aku jadi berkhayal, kalau seandainya…. Wah, nikmat sekali…
Setelah mereka selesai aku pura-pura tidur. Kemudian suamiku membangunkan aku.
“Bagaimana, Mas? Cocok enggak pijetan Pak Jono?” tanyaku setelah Pak Jono pulang.
“Wah bagus sekali, lebih bagus daripada langganan saya. Sekarang saya mau langganan sama Pak Jono saja. Saya sudah bilang kalau saya mau pijet tiap malam minggu.”
“Kalau kamu mau juga, boleh coba malam minggu depan. Pijetannya bagus kok. Badanku rasanya enteng dan enak sekali,” kata suamiku

“Aku mau, tapi malu mas, nanti ia cerita di sekolahan.”
“Ya enggak sih, nanti kita bilangin jangan cerita-cerita pada orang lain.”
Keesokan harinya saya ketemu Pak Jono. Sambil tersenyum, ia langsung bertanya padaku.
“Bagaimana Bu? Cocok enggak Bapak dengan pijetan saya?” tanya Pak Jono padaku.
“Cocok sekali… Malam minggu depan bapak disuruh suamiku pijet lagi. Bahkan suamiku mau langganan.”
“Ya.. Bapak sudah bilang sama saya.”
Setelah suamiku menawarkan untuk diurut oleh Pak Jono, hatiku tidak karuan, membayangkan bermacam-macam, bercampur takut dan ingin merasakan sesuatu. Karena memang aku jarang menemukan kepuasan dengan suami. Selain punya suamiku lemes, barang kecil dan pendek dan tidak tahan lama.
Hampir-hampir setiap malam aku membayangkan penis punya Pak Jono. Aku berkata dalam hati, barang Pak Jono pasti kehitam-hitaman, besar dan panjang. Biasanya orang yang agak hitam itu kuat, mana badannya tinggi, besar dan kekar. Pokoknya sangat jantan. Kayak apa kalau badan yang besar itu menindiku dan memelukku keras-keras, sementara badanku langsing seperti ini, dan tinggiku hanya 155 cm. Apa kuat aku ditindih badan raksasa itu. Apa bisa masuk barang sebesar itu ke lobangku yang kecil ini. Apa tidak mentok kesakitan bila barang yang keras dan panjang ditekan ke lobangku dengan tenaga yang raksasa. Pokoknya aku membayangkan antara takut dan ingin merasakan.
Kata teman-temanku barang gede dan panjang itu sangat nikmat sekali. Saking nikmatnya, katanya sampai ngeyut ke ubun-ubun.
Malam ini malam minggu, Pak Jono akan datang. Hatiku berdebar-debar. Jam menunjukkan 21.30. Tak lama kemudian Pak Jono datang. Suami mempersilahkan masuk, dan bilang padanya bahwa aku mau juga dipijet malam ini, dan suamiku minta tidak bercerita macam-macam ke orang lain. Pak Jono menjawab, “Ya, tidak dong, Pak.”
Suamiku mulai diurut. Kurang lebih jam 23.00 suamiku selesai diurut.
Sekarang giliran aku yang akan diurut. Aku pakai kain sarung. Suamiku tiduran di sofa di ruang tamu sambil nonton TV.
Aku mulai tengkurep, hatiku dag-dig-dug. Pak Jono mulai menyingkap kain sarungku di bagian betis dan memegang betisku sambil mengurut pelan-pelan, aku merinding merasakan urutan Pak Jono, karena sebelumnya aku membayangkan sesuatu yang nikmat.
Kini Pak Jono membisu seribu bahasa tidak seperti biasanya suka bercanda dan berhumor, mungkin menikmati pandangan terhadap betisku yang mulus. Maklum ia menduda 4 bulan. Semakin merinding dan berdebar-debar hatiku ketika Pak Jono meletakkan kakiku ke pahanya. Sambil mengurut ia maju sedikit-sedikit sehingga kakiku menyentuh ke bagian selangkangannya sehingga terasa kakiku menyentuh benjolan yang mulai mengeras.
Dengan suara pelan dan terpatah-patah Pak Jono bertanya.
“Paha ibu mau diurut?”
“Ya pak, memang di bagian itu agak terasa nyilu-nyilu. Pelan ya, Pak,” aku pun menjawab dengan suara pelan.
Pak Jono mulai menyingkap pelan-pelan sarungku sampai di bawah sedikit pinggulku. Ketika Pak Jono mengurut pahaku sampai ke selangkanganku, aku merintih dengan suara pelan-pelan takut kedengaran suamiku. Pak Jono pun terasa meningkat rangsangannya terasa dari sentuhan tangannya yang kadang-kadang mengurut sambil mengelus dan meremas pahaku apalagi ketika sampai di selangkanganku.
Semakin timbul sensasi yang luar biasa ketika Pak Jono membuka kain sarungku di bagian atas pinggulku dan memelorotin cdku sedikit ke bawah. Kini ia mulai mengurut sambil meremas-remas pinggulku, dan rangsanganku semakin tinggi, aku merintih dengan suara pelan. Dan Pak Jono tahu kalau merangsang, aku juga tahu kalau Pak jono juga merangsang.
Aku berkata dalam hatiku: sebelum aku diurut dalam posisi terlentang, aku akan pamit sama Pak Jono untuk buang air kecil sambil aku ingin melihat apakah suami sudak tertidur atau belum.
Ketika Pak Jono menyuruhku terlentang, aku berkata kepadanya: “Aku mau ke kamar mandi dulu untuk buang air kecil.”
Ketika keluar kamar aku lihat suamiku tertidur pulas mungkin karena lelah seharian dan habis diurut.
Di kamar mandi aku berkata dalam hati. Kalau nanti sarungku disingkap sampai ke selangkanganku dalam posisi terlentang, pasti Pak Jono akan melihat bulu jembutku. Ia akan semakin merangsang. Aku menginginkannya meraba vaginaku dan memasukkan jarinya ke lobang vaginaku.
Setelah masuk ke kamar, aku bilang bahwa suamiku tertidur lelap. Ketika mendengar kataku Pak Jono semakin bersemangat.
Kini aku terlentang di hadapan Pak Jono. Dan Pak Jono tidak was-was lagi ia membuka sarungku sampai ke selangkanganku. Aku memenjamkan mata sambil menggigit bibirku.
Kini Pak Jono tidak memijat lagi tetapi ia mengelus-elus dan meremas-rema pahaku dengan gemesnya. Kini ia melihat bulu jembutku dan mengelus-elus bibir vaginaku, dan semakin tidak tahan rasanya aku ingin memegang barangnya Pak Jono sambil penasaran tapi malu. Pak Jono semakin berani menusukkan jarinya ke lobang vaginaku yang sudah membasah dengan ledir.
Aku mulai memberanikan diri meraba selangkangan Pak Jono. Dan Pak Jono membuka resleting celananya. Sambil aku melirik ke selangkangannya, Pak Jono mengeluarkan rudalnya. Aku terkejut astaga besar dan panjang sekali. Warnanya kehitam-hitaman, nampak urat-uratnya mengeras, dan kepala rudal jauh lebih besar lagi dari batangnya. Aku menggenggamnya tapi genggamanku tidak muat saking besar.
Sambil mengelus-elusnya, aku bayangkan kalau rudal yang kepalanya sangat besar ini dimasukkan ke lobangku. Apakah tidak robek lobang vaginaku dan jebol lobang rahimku. Sensasiku semakin meningkat. Perasaanku bercampur ingin menikmati dan takut robek dan jebol.
Pak Jono kini semakin ganas mengocok lobang vaginaku dengan jarinya, dan aku sangat ingin ditindihi dan disetubuhi tapi takut kalau suami bangun kalau mendengar jeritanku. Sambil mengocok Pak Jono menciumi pipiku. Pelan-pelan ia lalu mengecup bibirku, semakin lama ia semakin ganas mencipoki, aku pun terangsang berat.
Kemudian ia memelukku dan menindihku sambil berusaha menyingkap sela-sela samping CD-ku untuk memasukkan rudalnya, tapi tidak berhasil masuk. Kemudian ia menekan lagi.
“Aduh…” jeritku sambil menggigit bibirku tidak tahan.
Tekanan kedua kalinya ini tidak berhasil memasukkan rudalnya ke lobang vaginaku. Kemudian ia menekan lagi dengan tenaga yang super keras dan hampir masuk, tapi terdengar suara suamiku mengegok. Pak Jono dan aku pun kaget terbangun dan menutupkan sarungku ke seluruh tubuh. Dan aku mengakhiri pijetan.
Kemudian aku membangunkan suamiku. Pak Jono pun pamit pulang karena memang sudah larut malam. Kemudian aku mengajak suami masuk kamar, aku sudah tidak tahan. Barang suami juga mengeras tidak seperti biasanya. Kini aku menyalurkan rangsanganku dengan suami sambil membayangkan disetubuhi Pak Jono. Malam itu aku benar-benar merasakan puncak orgasme yang luar biasa tidak seperti biasanya, juga suamiku.
“Ma… Malam ini tidak seperti biasanya. Urutan Pak Jono memang luar biasa membuat kita benar-benar mencapai puncak kenikmatan yang luar biasa. Kita minggu depan urut lagi ya, Ma…” kata suamiku.
Hari-hari aku hidup dalam bayangan: Kalau malam minggu depan suamiku tidak ada di rumah, aku akan menyiapkan minyak pelumas agar dioleskan ke lobang vaginaku. Aku membayangkan barang Pak Jono yang besar dimasukkan sambil melelukku, menyepokiku dan menggenjotku. Membayangkannya saja sangat nikmat apalagi benar-benar dimasukkan. Sambil rasa khawatir kalau lobangku nanti robek dan lobang rahimku jebol.
Kini malam minggu datang, hatiku berdebar-debar membayangkan sesuatu yang besar dan panjang, membayangkan lobang vaginaku membengkak lebar, dan lobang rahim diterobos barang besar. Pak Jono datang memakan pakaian yang serasi nampak sangat gagah dan manis. Ketika suami ngobrol dengan Pak Jono telpon berdering. Ternyata teman suamiku mengajak ke luar kota untuk mengurus bisnisnya.
“Ya nanti setelah dipijet,” jawab suamiku.
Malam ini aku semakin yakin bahwa aku akan disetubuhi dengan Pak Jono.
“Ma… saya nanti setelah diurut akan pergi ke luar kota,” kata suamiku padaku.
“Jadi, saya tidak usah dipijat, habis tidak ada Mas.”
“Tidak apa-apa pijet saja, Pak Jono orangnya baik, aku sudah percaya kok.”
Mendengar pernyataan suamiku, hatiku girang karena sebentar lagi pasti aku disetubuhi oleh Pak Jono yang berhari-hari aku membayangkannya.
Setelah suamiku selesai diurut ia mandi. Dan Aku bilang pada Pak Jono, “Tunggu dulu ya pak, minum-minum dulu kopinya. Aku mau menyiapkan pakaian bapak untuk ke luar kota.”
Setelah suamiku menyiapkan semua yang akan dibawa ke luar kota, ia pamit ke Pak Jono. Aku mengantarkan sampai pintu gerbang.
Begitu Bapak berangkat hujan turun rintik-ritik. Aku masuk ke ruang tamu dan bilang sama Pak Jono, “Tunggu dulu ya pak, aku pakaian dulu.”
Aku memakai sarung dan kaos… dan sengaja aku tidak memakai BH dan celana dalam.
Begitu aku keluar, sorotan mata Pak Jono menatap payudaraku, aku tersenyum. Aku duduk di kursi sebentar. Aku bayangkan bahwa Pak jono duda selama 4 bulan, berarti ia tidak berhubungan selama 4 bulan. Aku yakin ia tidak jajan sembarangan. Aku begitu yakin malam ini aku akan digenjot berkali-kali dan berjam-jam. Memang aku ingin sekali berhubungan badan sepuas-puasnya.
Sekarang aku memilih kamar untuk urut di bagian belakang, agar jeritanku yang keras nanti tidak terdengar oleh siapapun. Aku mengajak Pak Jono ke kamar belakang, dan hujan turun cukup deras sehingga cuaca dingin mengantarkan impianku, dan tidak akan terdengar suara apa pun kecuali jeritanku, bunyi cipokan yang mengganas, dan bunyi lobang vaginaku yang digenjot oleh kepala rudal besar dan tenaga yang super keras.
Kini aku beduaan yang sama mengharapkan kepuasan seksual dengan sepuas-puasnya. Pak Jono membuka kain sarungku dan tinggal kaos yang menutupi payudaraku. Ia meremas-remas pahaku. Aku mengelinjang-gelinjang. Kemudian Pak Jono membuka celananya. Rudalnya tegang, membesar dan memanjang. Uratnya mengeras dan kepala rudalnya membesar sekali. Ia menciumi pahaku terus ke bibir vaginaku. Aku sudah tidak tahan karena mulai tadi sudah merangsang karena membayangkan kenikmatan yang sebentar lagi akan aku rasakan.
Ia membuka bajunya dan kaosku. Kini kami berdua telanjang bulat. Hujan turun makin lebat, jam menunjukkan 23.00. Ia meremas-remas tetekku sambil mengocokkan jarinya ke lobang vaginaku.
“Pak, masukkan… aku sudah tidak tahan.”
“Aku juga tidak tahan, aku sudah 4 bulan tidak pernah berhubungan badan, aku ingin malam ini benar-benar puas, mungkin aku main sampai pagi,” timpal Pak Jono.
“Aku juga pak… Aku serahkan semua tubuhku pada Pak Jono. Tapi, oleskan minyak pelumas yang kusiapkan ini ke lobang vaginaku dan ke rudal Bapak agar aku tidak merasakan sakit.”
Aku siapkan parfum dan minyak pelumas yang harum.
“Bu… lobang Ibu kecil sekali,” katanya begitu ia mengoleskan minyak pelumas dicampur dengan ludahnya.
Kini Pak Jono mengangkangkan pahaku lebar-lebar. Pelan-pelan ia menindihiku. Aduh rasanya berat sekali. Ia arahkan rudal besar dan panjang itu lobang vaginaku. Ia menekan, tapi tak berhasil masuk. Kedua kalinya ia menekan lagi dan tidak juga berhasil masuk, aku menjerit kesakitan.
“Pertama rasanya agak sakit, karena lobang ibu kecil sekali, dan barang saya besar sekali, jauh tidak ngimbang,” katanya merayuku.
Ketiga kalinya ia mengolesi lobangku dengan minyak pelumas banyak sekali sampai meleleh ke lobang anusku, ia campur air ludahnya. Ia mengolesi juga rudalnya dicampur dengan ludahnya, kemudian ia menekan rudal besar, panjang, hitam dan keras sekali. Ia menekannya dengan tenaga yang super keras, akhir masuklah kepala rudal besar itu, dan aku pun menjerit kesakitan.
Ia terdiam, menahan sejenak, sambil menindihiku dan menciumiku, merayu dan berbisik ke telingaku.
“Ditahan sakit dahulu ya, nanti Ibu akan merasakan kenikmatan yang luar biasa.”
Aku mengangguk.
“Tahan ya, Bu, aku akan tekan lagi agar masuk semua,” bisiknya lagi.
Ia menekannya dengan tenaga yang keras, aku tidak tahan.
“Aduh.. sakit, Pak,” Jeritku tertahan sambil menggigit bibir.
Akhirnya barang itu trot… bleees… masuk semua. Rasanya rudal itu masuk menembus ke lobang rahimku. Kini beralih dari rasa sakit ke rasa nikmat yang luar biasa.
“Pak .. rasanya nikmat sekali.”
Semakin ganaslah Pak Jono menggenjotnya. Nyaring sekali bunyi lobang vaginaku akibat genjotan yang luar biasa. Nikmatnya luar biasa terasa sampai ke ubun-ubun, aku menggigil, meraung-raung kenikmatan.
“Aah… uuuh… uuh… aku… aku… mau mencapai puncak, Pak…”
Pak Jono menekan keras-keras. Aku pun mencapai puncak kenikmatan yang luar biasa yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Pak Jono sangat kuat dan bertahan lama, ia belum mencapai orgasme. Aku sudah lemas, tapi karena Pak Jono meremas-remas kembali tetekku dan menjelati vaginaku, aku mulai merangsang lagi.
Pak Jono menyuruhku nungging. Ia menusukkan kembali rudalnya dan mengocoknya dan menggenjot dari belakang, bunyinya semakin keras, ceprok… ceprok.. ceprok… sambil ia mengelus-ngelus lobang anusku. Ia ngambil minyak pelumas dan dioleskan ke lobang anusku, jarinya ditusukkan ke lobang anusku.
“Aduh… Pak!” jeritku.
Tapi ia pintar sekali menciptakan rangsangan baru. Ia kocok lobang anusku pelan-pelang dengan jarinya, lama-lama aku merasakan nikmat.
“Enak.. Pak… Nikmat… Pak.”
Akhirnya Pak Jono menambahi minyak pelumas ke lobang anusku, dan mencabut rudalnya dari vaginaku, ia oles-oleskan kepala rudalnya ke pintu anusku.
“Hangat rasanya, nikmat Pak, nikmat Pak.”
Kemudian menusukkan tepat ke lobang anusku dan menekannya. Akhirnya barang besar itu masuk juga. Cepret… prot… ia tekan pelan-pelan hingga separuh penis itu. Ia mendorongku agar aku tengkurep. Begitu tengkurep ia menindihku, menekankan lagi sisa separuhnya. Aduh nikmat sekali rasanya di anus. Sampai terasa ada cairan muncrat dari dalam lobang anusku. Ia terus mengocok dan menggejot semakin cepat, aku merasakan nikmat sambil menahan genjotan. Prot… prot… druuuuut. Semakin ganas ia menggenjot sampai aku terkentut-kentut dibuatnya. Akhirnya Pak Jono mencapai puncaknya dan muncratlah pejunya memenuhi lobang anusku.
Malam itu aku benar-benar merasakan kenikmatan yang luar biasa. Aku disetubuhi oleh Pak Jono sampai 4 kali hingga pagi.
Pak Jono guru olah raga yang humoris. Setelah kejadian yang pertama itu aku masih sering ke sekolahan tapi aku sering menghindar untuk ketemu Pak Jono karena malu dengan kejadian yang kualami itu, kecuali banyak teman-teman.
Pada suatu ketika aku duduk berjauhan dari tempat olah raga, tapi aku melihat Pak Jono memperhatikan aku dari kejauhan, dan waktu itu kebetulan sepi tidak ada ibu-ibu yang lain. Pak Jono memandangi aku, aduh .. aku rasanya malu, kemudian ia duduk di sebelahku dan bertanya.
“Bagaimana, Bu… Masih terasa sakit dan nyelunya. Maafin aku ya, Bu..”
“Enggak kok udah enggak… Memang sehabis berhubungan badan dengan Pak Jono itu terasa lobang vaginaku terganjal oleh sesuatu sampai dua hari,” jawabku sambil tersenyum malu.
Pernah suatu malam aku diajak nonton film BF oleh suami, aku pura-pura menolaknya, tapi suamiku memaksa dengan merayuku.
“Bagus kok filmnya dan agar kita nanti lebih hangat lagi. Kebetulan film itu antara orang hitam dan wanita Jepang.”
Ketika melihat kemaluan orang hitam aku terbayang barang Pak Jono.
“Pa.. besar dan panjang sekali anunya… sampai perempuannya menggeliat-geliat, menggigit bibir, dan ngerinti-rintih, sakit kali ya, Pa ..” bisikku pada suamiku.
“Tidak justeru itu ia merasakan puncak kenikmatan.”
“Kalau punya Papa… seperti itu asyik ya, Ma ..” bisik suamiku.
“Ah, mana mungkin. Papa kan orangnya kecil dan pendek, sedangkan dia tinggi besar.”
Suamiku berbisik lagi sambil meraba barangku: “Mungkin punya Pak Jono seperti itu ya, Ma..”
“Enggak tahu ya, Pa.. Kok Papa bilang begitu?” jawabku dengan perasaan terangsang.
“Ya soalnya dia pernah cerita pada saya.”
“Apa ceritanya, Pa ..?”
“Dia kalau berhubungan badan dengan isterinya, sebelum ia cerai, isterinya sampai sambat-sambat. Padahal isterinya juga tinggi besar, bagaimana kalau isterinya kecil seperti kamu?”
“Papa… kok isterinya Pak Jono dibandingin ke Mama..” sambil kuremas barangnya dengan gemes.
“Orang hitam itu kuat dan ganas mainnya, lihat tu Ma..”
“Papa…” aku jadi merangsang suamiku.
Kemudian filmnya dihentikan kami main dengan sangat hot sekali, tapi tidak se-hot waktu main dengan Pak Jono.
Besok harinya aku semakin ingin dipijet lagi oleh Pak jono. Aku terbayang terus, setelah nonton adegan orang hitam dengan perempuan Jepang di film itu. Malam minggu kurang tiga hari. Pikiranku membayangkan apa yang akan terjadi pada malam minggu nanti setelah aku dipijet oleh Pak Jono.
Aku masih terbayang ketika barang Pak Jono yang besar, panjang dan keras itu mulai memasuki pintu kemaluanku. Aku rasanya mau menjerit karena bercampur antara sangat nyilu dan nikmat dan hangat. Aku masih terbayang waktu ia mengecup bibirku dengan gemes sambil mengayunkan barangnya ke lobang kenikmatanku dengan diiringi bunyi ceplak.. ceplok.. srook… Belum hilang dari bayanganku barang yang kepala lebih dari batang bagian tengah dan pangkalnya itu ketika dicabut dari lobang vaginaku berbunyi trooot.. ceplok… Apalagi waktu barangnya dimasukkan lobang anusku yang awalnya terasa sakit lalu dengan pandainya permainan Pak Jono rasa sakit itu rasa nikmat yang sulit kubayangkan.
Kini tibalah malam minggu, malam yang kunanti-nantikan. Suamiku, sebagaimana biasanya, mempersilakan Pak Jono masuk. Sebelum memulai memijet, Pak Jono ngobrol dulu dengan suamiku. Sementara itu aku membuatkan kopi untuk mereka berdua.
Tak lama kemudian suamiku mulai diurut. Sedang enak-enaknya diurut, tiba-tiba ada telpon dari Bosnya. Aku pun memanggil suamiku.
Setelah berbicara di telepon beberapa lama dengan bosnya, ia berkata padaku bahwa ia diajak ke luar kota untuk urusan bisnis. Lalu ia memberiku uang agar diberikan ke Pak Jono nanti setelah aku selesai diurut.
Dalam hati sebetulnya aku merasa sangat terangsang. Pikiranku membayangkan bahwa aku dan Pak Jono sebentar lagi akan melakukan sesuatu yang kenikmatannya sulit aku bayangkan.
Setelah selesai diurut, suamiku mandi, sementara aku mempersiapkan pakaian untuknya. Aku mengantarkan suamiku sampai di pintu melepas keberangkatannya. Setelah itu aku menutup dan mengunci pintu.
“Sebentar ya Pak, teruskan dulu minum kopinya, aku mau ganti baju,” kataku pada Pak Jono.
Aku memakai sarung dan kaos yang tipis, tanpa memakai CD dan BH, karena aku membayangkan sebentar lagi aku akan melakukan hubungan badan yang luar biasa.
“Gaya apa saja malam ini yang akan dilakukan oleh Pak Jono terhadapku?” tanyaku dalam hati sambil berganti pakaian. Kusemprotkan parfum yang istimewa ke tubuhku.
Aku keluar dari kamar utamaku kemudian duduk dulu di ruang tamu bersama Pak Jono. Pak Jono tersenyum. Aku pun membalas senyumannya dengan memberi isyarat yang ia pahami maksudnya.
Kemudian Pak Jono mengajakku ke kamar tempat urut biasanya. Sepertinya Pak Jono sudah tidak sabar lagi. Aku mulai tengkurep. Pak Jono tidak mengurutku seperti biasanya karena nafsunya yang sudah sangat menggelora.
Ia menyingkap sarungku sampai ke panggulku. Ia mengelus-elus pahaku dan meremas-remas pinggulku. Ia ciumi pahaku dan pinggulku. Aku kini sudah tak berdaya karena lama aku menyimpan nafsu birahi.
“Pak .. malam ini aku ingin benar-benar puas, seperti puasnya perempuan Jepang yang digauli oleh orang hitam di dalam film BF,” rintihku.
Pak Jono dengan nafsu yang menyala-nyala dan ganas bertanya kepadaku.
“Ibu nonton film BF? Bagaimana ceritanya?”
“Laki-lakinya seperti Pak Jono, barangnya sangat besar dan panjang. Ia dengan ganasnya mengocok perempuan Jepang sampai berkali-kali. Ia merintih-rintih, lalu ia tergeletak lemas dengan memperoleh kepuasan yang luar biasa. Pak Jono.. Aku juga malam ini ingin seperti perempuan Jepang itu.”
Kemudian Pak Jono membalikkan tubuhku. Kini aku terlentang, dan Pak Jono dengan mudah membuka sarung. Memang aku sebelumnya tidak memakai CD. Ia mengangkangkan kedua kakikuku, lalu ia menciumi kemaluanku sambil meludahi lobangnya dan meremas-remas payudaraku. Kini aku tak kuasa lagi menahan nafsuku, rasanya ingin meledak.
Pak Jono membuka baju kaosnya dan celana dan CD-nya. Barang Pak Jono luar biasa tegak dan keras, besar dan panjang. Kemudian ia membuka kaosku. Kini kami berdua telanjang bulat dengan sinar yang cukup terang. Sehingga nampak jelas urat-urat kemaluan Pak Jono yang siap menerjang lobang kemaluanku.
Pak Jono merebahkan tubuhnya kemudian memelukku dengan gemes dan mengecup bibirku sambil menggigit-gigitnya, sementara penisnya dijepitkan ke antara kedua pahaku. Terasa hangat di pangkal kedua pahaku sambil barangnya bergerak-gerak. Kini Pak Jono sudah tidak sabar lagi, akupun juga. Pak Jono menindihku.
“Aduh… Pak… berat sekali badan Bapak,” kataku terengah-engah di bawah himpitan tubuhnya.
Pak Jono mengangkangkan pahaku seperti V. Ia meludahi lobangku dan barangnya agar licin dimasukkannya.
Begitu banyak Pak Jono meludahi lobangku sampai meleleh ke pintu lobang anusku. Pak Jono mengarahkan barangnya yang sangat besar, panjang dan keras itu ke lobang vaginaku yang kecil tapi montok. Ia menekannya tapi pertama dan kedua kali tidak berhasil Masuk.
“Aduh.. Pak.. Pelan-pelan, Pak,” jeritku.
“Katanya ingin puas ngerasain keganasan barangku?” Pak Jono berbisik dengan suara terengah-engah.
“Nanti, Pak.. kalau sudah masuk semua. Sekarang pelan-pelan dulu.”
Ketika ia menekan kembali, akhirnya penisnya berhasil menerobos lobang kenikmatanku. Croook… Trooot… Bleees… Kemudian ia menindihiku. Kini tubuh tinggi, besar dan kekar itu menindihi diriku yang kecil mungil. Ia mulai menggenjotku. Mula-mula ia mengayunkan pinggulnya pelan-pelan. Makin lama makin keras dan ganas, sambil menekan. Ketika ia dengan ganasnya menekan penisnya sampai rasanya nyelu dan ngenyut, sambil memelukku dengan gemes dan ganas.
“Aduh.. Pak!” aku berteriak kecil.
Ia terus menggenjotku dengan tenaga yang kuat dan kerasa sampai aku terkentut karena menahan genjotannya. Memang nikmat sekali, nikmat yang luar biasa. Kemudian aku menggelinjang sambil merintih dan menjerit. Sroot… Aku memcapai puncak kenikmatan. Dan Pak Jono kuat sekali, ia belum juga orgasme.
“Udah dulu, Pak…” kataku dengan suaraku terengah-engah.
“Ibu tengkurep. Aku ingin masuk ke lobang belakang. Aku akan keluarkan spermaku di lobang belakangmu,” bisiknya padaku.
Aku mulai tengkurep, dan Pak Jono mulai menindihku. Ia meludahi lobang anusku sambil menusukkan jarinya. Aduh rasanya… Kemudian ia menusukkan rudalnya ke lobang anusku. Setelah empat kali tekan baru bisa masuk. Ia menggenjot dengan ganasnya. Makin lama makin keras kocokan dan genjotannya, lalu muncratlah air hangat ke dalam lobang anusku. Aduh… nikmat lagi walaupun baru saja aku mencapai orgasme.