Kini irama percumbuan sudah berganti menjadi upaya intensif untuk secepatnya meraih puncak kenikmatan. Mulutku meracau hebat menahan derita dan sekaligus siksaan yang nikmat. Pantatku naik turun menjemput jari-jari Pak Anggoro agar lebih intens mengocok nonokku. Tangan kiriku meremas belikat dan ketiak Pak Anggoro yang penuh bulu. Dan Pak Anggoro dengan tenang dan dinginnya terus melahap dadaku,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar